Jumat, 21 Januari 2011

Fiqh Muamalah

BAB I
PENDAHULUAN

Fiqh Muamalah sebagai hasil dari pengolahan potensi insani dalam meraih sebanyak mungkin nilai-nilai Ilahiyat, yang berkenaan dengan tata aturan hubungan antar manusia(mukhluqat), yang secara keseluruhan merupakan suatu disiplin ilmu yang tidak mudah untuk dipahami. Karena diperlukan kajian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan Islam tentang hubungan manusia sesungguhnya.
Di makalah ini akan dibahas tentang persoalan-persoalan yang berkenaan dengan hubungan antar manusia. Hubungan tersebut dapat berupa kebendaan (muamalah madaniah) maupun tata kesopanan (muamalah adabiyah).
Karena itu pemahaman terhadap fiqh Muamalah sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Hal ini karena fiqh muamalah merupakan aturan yang menjadi pengarahan dan penggerak kehidupan manusia. Fiqh muamalah menjadi salah satu unsur perekayasaan aturan mengenai hubungan antarumat manusia.
Disamping itu, fiqh muamalah sebagai sebuah disiplin ilmu akan terus berkembang dan harus berkembang. Dalam hal ini perkembangan tatanan kehidupan manusi sangat berpengaruh dalam upaya perekayasaan fiqh muamalah sehingga ia dapat diaplikasikan dalam segala situasi dan kondisi tatanan kehidupan manusi sendiri.
Sebagai langkah awal, dalam makalah ini akan dibahas tentang dasar-dasar Muamalah itu sendiri. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut:


BAB II
PEMBAHASAN

Muamalah
Pengertian Muamalah
Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata: عَا مل- يعا مل- معا ملة sama dengan wazan: فا عل- يفا عل- مفا علة,artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.
Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas adalah aturan aturan (hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social. Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitanya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Pembagian Muamalah
Menurut Ibn ‘Abidin, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
Mu ‘amadlah Malilla (Hukum Kebendaan).
Munakahat (Mukum Perkawinan).
Muhasanat (Hukum Acara).
Amanat dan ’Aryah (Pinjaman).
Tirkah (Harta Peninggal).
Pada pembagian diatas, ada dua bagian yang merupakan disiplin ilmu tersendiri, yaitu munakahat dan tirkah. Munakahat diatur dalam ilmu fiqih manakahat sedangkan tirkah sudah dijelaskan dalam ilmu fiqh mawaris.
Al-Fikri dalam kitabnya ”Al-Muamalah al-Madiyah wa al-Adabuyah”, menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
Al-Muamalah al-madaniyah adalah muamalah yang mengkaji objeknya sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madaniyah adalah muamalah bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram dan syubhat untuk diperjual belikan, benda-benda yang memadaratkan dan benda yang mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, serta segi-segi yang lainya.
Al-Mu’amalah al-adabiyah ialah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya, hasud, dengki, dendam.
Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social, ekonomi, politik hokum dan sebagainya. Dan secara garis besar dapat terbagi dua:
Ruang lingkup Muamalah adabiyah ialah ijab dan qabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang berkaitan dengan peredaran harta dalam kehidupan bermasyarakat.
Ruang lingkup pembahasan madaniyah ialah masalah jual-beli, gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan hutang, jatuh bangkrut, batasan bertindak, perseroan dan perkongsian, perseroan harta dan tenaga, sewa menyewa, pemberian hak guna pakai, barang titipan, barang temuan, garapan tanah, sewa menyewa tanah, upah, gugatan, pemberian, pembebasan, damai dan ditambah dengan beberapa masalah mu’ashirah, seperti bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru lainya.
Hubungan antara Fiqh Muamalah dan Fiqh Lainnya
Terjadi perbedaan pendapat antar ulama fiqh dalam pembidangan ilmu fiqh.
Ada yang membaginya menjadi dua bagian, yaitu: Ibadah , dan muamalah
Ada yang membagi menjadi tiga bagian, yaitu: Ibadah, muamalah, dan uqobah (Pidana Islam).
Ada yang membagi menjadi empat bagian, yaitu: Ibadah, muamalah, munakahat, Uqubah (Pidana Islam).
Dengan demikian, fiqh muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh secara umum, disamping fiqh ibadah yang mencakup bidang-bidang fiqh lainya, seperti fiqh munakahat, fiqh muamalah dalam arti sempit,dan lain-lain. Adapun, fiqh muamalah dalam arti sempit merupakan bagian dari fiqh muamalah dalam arti luas yang setara dengan bidang fiqh dibawah cakupan arti fiqh secara luas.
Sumber-sumber
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.

Hak
Asal-usul Hak
Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak orang lain. Maka, timbulah hak dan kewajiban diantara sesama manusia.
Hak milik diberi gambaran nyata oleh hakikat dan sifat syariat Islam sebagai berikut:
Tabiat dan syariat Islam ialah merdeka(bebas). Dengan tabiat dan sifat ini umat Islam dapat membentuk dirinya.
Syariat Islam dalam menghadapi berbagai kemuskilan senantiasa bersandar pada maslahah (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber penentuan hukum Islam.
Corak ekonomi Islam berdasar Al-Qur’an dan Al- Sunnah, yaitu suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum.
Pengertian Hak Milik
Menurut pengertian umum hak milik adalah ”Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk mendapatkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.” Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul yaitu: ”Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta.”
Milik dalam buku Pukok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukuk Kebendaan dalam Islam, di definisikan ”Kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i”
Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada dibawah ampuannya, pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada dibawah ampuannya.
Hak yang dijelaskan dimuka, adakalanya merupakan sulthah adakalanya merupakan taklif.
Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah’ala al nafsi da sulthah’ala syai’in mu’ayamin.
Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (’ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta seperti membayar hutang.
Pembagian Hak
Dalam pengertian umum hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghairu mal.
Hak mal ialah “Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang.”
Hak ghairu mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, ialah ”Sesuatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari sesorang terhadap orang lain.”Hak aini, ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang lain.
Sebab-sebab Pemilikan
Harta berdasarkan sifatnya bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat memiliki suatu benda. Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain:
Ikraj al Mubahat, untuk harta yang mubah atau ”Harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati(milik sah) dan tak ada penghalang syara’ untuk dimiliki.”
Khalafiyah, ialah ”Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertenpat ditempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam haknya”.
Tawallud min Mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimilik, menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut. Misal bulu domba menjadi milik pemilik domba.
Karena penguasaan terhadap milk negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a. Ketika menjabat kholifah ia berkata; sebidang tanah akan menjadi mlk seseorang yang memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memenfaatkannya selama tiga tahun”.
Klasifikasi Milik
Milik yang dibahas dalam fikih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian:
Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda (zat benda) dan kegunaannya dapat dukuasai.
Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki zatnya.

Harta (Amwal)
Pengertian harta:
Menurut etimologi, harta adalah “Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun(yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal”. Adapun menurut istilah, menurut ulama Hanafiyah: “Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan”.
Kedudukan Harta dan Anjuran untuk Berusaha Memilikinya
Kedudukan Harta dalam al Qur’an
Dalam Al-Quran, Disebutkan harta untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran 14)

Anjuran untuk Memiliki Harta dan Giat Berusaha.
Ada beberapa dalil, baik dari al Quran maupun Hadis yang dapat dikatagorikan sebagai isyarat bagi Amat manusia untuk memiliki kekayaan dan giat dalam berusah supaya memperoleh kehidupan yang layak supaya mampu melaksanakan semua rukun Islam yang hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu dalam hal ekonomi.

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS Al Mulk 15)
Dalam As-Sunnah: “ Seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar dan kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia, sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik daripada meminta-minta lepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya.”
Fungís Harta
Kesempurnaan Ibadah mahzhah, seperti sholat memerlukan kain untuk menutup aurat.
Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Meneruskan estafet kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah.
Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akherat.
Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
Pembagian Harta
Harta muttaqawwim dan ghairu muttaqawwin.
Harta Aqar dan Manqul.
Harta Mitsli dan Qimi.
Harta Istihlaki dan Isti’mali.
Harta Mamluk, Mubah, dan Muhjur.
Harta ’ain dan dain.
Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
Harta pokok dan harta hasil.
Harta khas dan harta ’am.
Uqud (Perikatan dan perjanjian)
Asal-usul Aqad
Aqad bagian dari macam-macam tashrruf, yang dimaksud tasruf adalah “Segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan syara’ menetapkan beberapa haknya”.
Tasharruf terbagi dua, yaitu tasharruf fi’li dan tasharruf qauli. Tasharruf fi’li adalah usaha yang dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain lidah. Tasharruf qauli adalah tasharruf yang keluar dari lidah manusia, tasharruf qauli terbagi dua yaitu ‘aqdi yaitu “Sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan kedua belah pihak yang saling bertalian”. Contoh :jual beli, sewa menyewa. dan bukan’aqdi yaitu “ Merupakan pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seperti wakaf, talak, dan memerdekkan.
Pengertian Aqad
Menurut bahasa ‘Aqad mempunyai beberapa arti, antara lain: Mengikat, yaitu “Mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda”.Sambungan, yaitu “Sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya.”Dan Janji.

Sebenarnya barang siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.(QS A li Imran 76)
Menurut istilah, yang dimaksud dengan akad adalah ”Perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedang Kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
Rukun-rukun Aqad
Aqid ialah orang yang berakal, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.
Ma’qad ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual-beli, dalam akad hibbah, dalam akad gadai, utang yang dijamin sesorang tdalam akad kafalah.
Maudhu’ al’ aqd, ialah tujuan atau masuk pokok mengadakan akad.
Shighat al’aqd ialah ijab dan kobul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedang qabul ialah perkatan yang keluar dari pihak berakal pula, yang diucapkan setelah ijab.
Syarat-syarat Aqad
Setiap bentuk aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib di sempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam :
Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam akad.
Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad.
Syarat-syarat umum yang harus terpenuhi dalam berbagai macam akad.
Kedua orang yang telah melakukan akad cakap bertindak (ahli).
Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
Akad itu diizinkan oleh syara’ dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun ia bukan aqid yang memiliki barang.
Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’,seperti jualan baju musliman.
Ijab itu berjalan terus menurus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul.
Ijab dan kabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.
Macam-macam Aqad
Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
Aqad Mu’alaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad. Misalnya penentuan penyerahan barang yang diakadkan settelah adanya pembayaran.
Aqad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang telah ditentukan.
Selain akad munjiz, mu’alaq, dan mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut tinjauannya. Sebagai berikut:
Ada tidaknya qismah pada akad, maka akad terbagi dua bagian:
Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukumnya, seperti:jual beli, hibah dan ijarah.
Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
Disyaratkan dan tidaknya akad:
Akad musyara’ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara’ seperti gadai dan jual beli.
Akad mamnua’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual anak binatang dalam perut induknya.
Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua:
Akad shahih, yaitu akad-akad yang mencukupi persyaratan-parsyaratan.
Akad fasihah,yaitu akad-akad yang cacat atau cidera karena kurang salah satu syaratnya.
Sifat bedanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
Akad ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
Akad ghair’ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan barang, akadpun sudah berhasil, seperti akad amanah.
Cara melakukannya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas akad nikah.
Akad ridha’iyah yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.
Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan.
Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi tiga bagian:
Akad mu’awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli.
Akad tabarru’at,yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertoongan, seperti hibah.
Akad yang tabaru’at pada awalnya dan menjadi akad mu’awadhah, pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah.
Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
Akad dhaman yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
Akad amanah yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan.
Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, menurut segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn(gadai).
Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
Bertujuan tautsiq(memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
Bertujuan mengadakan pemeliharaan, seperti ida’ atau titipan.
Fautur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
Akad fauturiyah yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja, seperti jaul beli.
Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti i’arah.
Asliyah dan thabi’iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
Akad asliyah, yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adamya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli .
Akad thahi’iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang.
Akhir Akad
Akad dapat berakhir dengan pembatalan, meninggal dunia, atau tanpa adanya izin dalam akad mauquf (ditangguhkan).

Riba Dalam Perspektif Agama Sejarah
Definisi Riba
Riba Secara bahasa bermakna ziyadah. Dalam pengertianlain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar( Leiden :EJ Birill,1996). Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil(M. Syafii Antonio,1999). Jadi riba dapat di artikan adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil..(An-Nisaa 29).
Ahkam Al-Qur’an, Menjelaskan, ”Pengertian Riba secara bahasa hádala tambahan, Namur yang dimaksud riba dalam Qur’ani yaitu penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah”.
Jenis-jenis Riba
Secara garis besar riba dapat dikelompokkan menjadi dua adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Dan dapat terbagi lagi menjadi sebagai berikut :
Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang(mugtaridh).
Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena sipeminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedang barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah
Penangguhan pembayaran atau penerimaan jenis barang ru=ibawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.
Jenis Barang Ribawi
Para ahli fiqh Islam membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi:
Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam lainnya;
Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayurandan buah-buahan.
Larangan Riba Dalam Al Qur’an dan As-Sunah
Amat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw.
Dalam Al qur’an :
Larangan riba dalam Al quran tidak turun sekaligus tetapi dalam empat tahap :
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai sesuatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.( dalam surat ar-Ruum 39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. (dalam surat an –Nisaa 160-161).
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada sesuatu tambahan yang berlipat ganda. (salm surat Ali Imran 130).
Tahap keempat,Allah dengan jelas dan tegas Mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.( dalam surat al-Baqarah 278-279).
Dalam Hadits :
”Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapus. Modal kamu adalah hak kamu. Kamu tidak heran akan penderitaan ataupun mengalami ketidak adilan”.
Alasan Pembenaran Riba
Sekalipun ayat-ayat dan hadis riba sudah Sangat jelas dan Sharif, misal saja ada beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atau pengambilan bunga uang. Diantaranya karena alasan sebagai berikut :
Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedang suku bunga yang ”wajar” dan tidak menzalimi, diperkenankan.
Bank sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
Dampak Negatif Riba
Dampak Ekonomi
Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjaman dan tingginya biaya bunga, akan menjadi peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan.
Sosial kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan, misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkan.
Peringatan dari Imam Ar-Rzi
Imam ar-Razi telah menjelaskan mengapa Islam melarang sistem bunga. Beberapa alasan dikemukakan untuk mendukung larangan terhadap bunga. Beberapa diantaranya :
Merampas kekayaan orang lain.
Merusak Moralitas.
Melahirkan benih kebencian dan permusuhan.
Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiyah.



Daftar Pustaka

Suhendi, Hendi.1997. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia
Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari teori ke praktik. Jakarta: Gema insani.
Rasjid, Sulaiman.1954. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah.
Azhar, Ahmad. 2000.Azas-azas muamalah. Yogyakarta: Uii pres.
Mas’adi, Ghufron. 2002. Fikih Muamalah Kontekstual. Pt. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Ensiklopedi Islam, Ajaran
http://hadypradipta.blog.ekonomisyariah.net/2009/01/06/fiqih-muamalah/
Mushaf Al-Qur’an

1 komentar:

  1. Mantap!! Makalahnya merupakan rangkuman dari buku Fiqh Muamalah yang ditulis
    Dr. H. Hendi Suhendi,M.si

    saya jadi sedikit terbantu karena adanya rangkuman yang Anda tulis.

    terima kasih

    BalasHapus