Jumat, 04 Februari 2011

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNA NETRA SISWA KELAS IX DI SMP SLBA YKAB SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Didalamnya terkandung nilai-nilai dan aturan yang dijadikan pedoman dalam menjalani hidup oleh umat manusia. Nilai-nilai tersebut dituangkan dalam kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT yaitu Al Quran dan sabda nabi yaitu Al Hadits.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam harus diajarkan kepada generasi penerus. Tanpa mengajarkannya, peradaban umat manusia yang semula merupakan manusia beradab dan mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada binatang akan berubah menjadi manusia paling biadab. Cara yang tepat untuk melestarikan nilai-nilai Islam tersebut melalui pendidikan Islam.
Pendidikan Islam disini berlaku untuk semua umat manusia. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Baik itu melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal. Bahkan bagi orang yang memiliki kekurangan berhak atas pendidikan.
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Akan tetapi khusus bagi anak tunanetra juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa. (UU No. 23, 2002).slam tersebut melalui pendidikan Islam.ai semula merupakan manusia beradab dan mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada _____
Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian yang utuh, manusia tumbuh melalui belajar. Pendidikan tidak terlepas dari suatu proses belajar mengajar yaitu interaksi antara pendidik dan anak didik. Oleh karena itu sebagai pendidik, belajar tidak dapat dipisahkan. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan individu (anak didik), sedangkan mengajar mengacu pada apa yang dilakukan pendidik sebagai pemimpin belajar. Kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala pembelajaran merupakan interaksi antara anak didik dan pendidik.
Salah satu rumusan pendidikan menyatakan bahwa pendidikan adalah proses interaksi antara individu yang belum dewasa dengan orang dewasa, dimana orang dewasa tersebut memberikan bimbingan kepada orang yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Jadi pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengubah perilaku individu. Usaha tersebut dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu tujuan pendidikan. (Hasbullah, 2001: 5)
Untuk mencapai tujuan pendidikan, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Karena sekolah disamping sebagai tempat belajar juga sebagai tempat untuk latihan menghayati kehidupan yang lebih majemuk dan lebih kompleks.
Kegiatan pengajaran di sekolah adalah merupakan bagian dari kegiatan pendidikan pada umumnya yang secara otomatis berusaha untuk membawa masyarakat (anak didik atau siswa) menuju ke suatu keadaan yang lebih baik, yang dimaksud disini adalah anak didik dapat berubah perilakunya dan menguasai setiap tahap tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Lebih penting lagi bahwa anak didik dapat mencapai tujuan dari pendidikan Islam yang telah ditetapkan.
Keberhasilan proses belajar mengajar agama Islam tidak terlepas dari peran guru sebagai informator dan komunikator. Guru sebagai informan harus memberikan informasi yang baik kepada siswa, khususnya dalam penataan bahasa. Bahasa yang digunakan harus dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Guru harus memperhatikan materi pelajaran dan memilih metode pembelajaran yang tepat.
Selain memperhatikan materi pelajaran dan memilih metode pembelajaran yang tepat, guru perlu mengenal dan memahami keadaan siswa berkenaan dengan potensi pada dirinya, yaitu potensi intelektual, bakat, dan sifat dasar yang dimiliki siswa. Hal tersebut sangat penting agar materi yang disampaikan oleh guru dapat diserap oleh siswa. Selain itu guru akan mudah dalam pengelolaan kelas.
Pendidikan pada siswa normal akan lebih mudah daripada pendidikan pada siswa yang memiliki kelainan fisik terutama bagi anak tunanetra. Pada siswa yang memiliki kelainan dalam penglihatan membutuhkan perhatian yang khusus dari guru maupun dari lingkungan belajarnya. Seorang guru harus menyiapkan metode, mental dan media yang tepat untuk mendidik murid yang memiliki kelainan dalam penglihatan (anak tunanetra).
Selain dari guru yang menanganinya di kelas, di rumah orang tua harus berperan aktif untuk mendidik anaknya dalam rangka mengembangkan kemampuan intelektualnya maupun kemampuan yang lainnya. Rasulullah bersabda : “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Nasrani, Yahudi atau Majusi”. (HR. Muslim).
Terkadang orang tua tidak peduli dengan kondisi anak yang tergolong tuna netra. Dengan memiliki anak tuna netra merupakan aib bagi sebuah keluarga. Dengan demikian orang tua lebih baik tidak menyekolahkannya daripada harus kehilangan biaya untuk pendidikan anaknya yang masa depannya tidak jelas. ( Kompas, Selasa, 7 November 2007 ). Padahal orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak. Orang tua adalah guru yang pertama dan utama bagi perkembangan anak didik. Tanpa adanya dorongan dari orang tua maka perkembangan anak tunanetra akan mengalami hambatan.
Untuk mengatasi pendidikan anak tuna netra ini diadakan lembaga pendidikan khusus yang menampung anak-anak tersebut. antara lain Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sekolah ini mereka mendapatkan beberapa mata pelajaran diantaranya pendidikan agama Islam. Hanya saja materi agama Islam. Pendidikan agama Islam yang mereka peroleh seputar hafalan, sholat, puasa dan sebagainya. (Acmad, 2007: 80). Anak cacat khususnya anak tuna netra akan kurang dapat mengikuti kegiatan akademik apabila anak tersebut baru mengalami kelainan pada penglihatan.
Alternatif untuk menyekolahkan anak tuna netra ke sekolah khusus belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan jumlah sekolah khusus yang hanya sedikit ditambah lagi jaraknya yang sangat jauh dan ketika dimasukkan di sekolah reguler tidak diterima dengan alasan kecacatan yang dialami atau sekolah belum siap menerima anak tuna netra, membuat orang tua enggan untuk menyekolahkannya.
Walaupun ada sebagian orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya ke sekolah khusus, ada juga yang berusaha agar anaknya belajar walaupun di sekolah khusus.
Sekarang ini telah ada sekolah yang menampung anak-anak khusus tuna netra. Salah satu lembaga tersebut adalah Sekolah Luar Biasa Tuna netra(SLBA YKAB. Sekolah luar biasa ini adalah lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Yayasan berbasis Kristen yang terletak di Surakarta yang menampung anak-anak tuna netra. Lembaga ini menampung anak-anak yang berkategori anak tuna netra yang tidak diterima di sekolah reguler. Jumlah anak tuna netra yang ditampung di sekolah ini berjumlah 60 siswa. (Solopos, Selasa, 1 April 2008). Sekolah ini diadakan karena kebutuhan pendidikan untuk anak tuna netra sangat diperlukan.
Disini hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam adalah memahami karekteristik dari tiap-tiap anak tuna netra. Hal tersebut dikarenakan anak-anak tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, sehingga guru harus benar-benar mempersiapkan materi yang akan diajarkan. Selain itu media atau alat bantu yang digunakan di dalam mengajarkan materi Pendidikan Agama Islam sangatlah terbatas, sehingga guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam mengajar. Maka dari itu guru dan pihak yang terkait dengan lingkungan pendidikan harus mempersiapkan diri dari segi teori mengajarnya, mental dan emosi serta kesiapan mengajarnya. (Kompas, Jumat, 20 April 2007). Hal itu penting karena anak didik harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan guru harus bisa membawa mereka mencapainya dengan kondisi anak didik yang sangat berlawanan. Artinya dalam satu kelas guru harus memberikan perlakuan belajar yang berbeda kepada setiap siswa agar tujuan itu tercapai.
Dari uraian diatas maka akan diadakan penelitian tentang “PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNA NETRA SISWA KELAS IX DI SMP YKAB Surakarta)”.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka masalah-masalah yang timbul dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Kurangnya perhatian dari orang tua.
Minimnya media atau alat bantu yang digunakan dalam mengajarkan materi PAI
Pentingnya metode pendidikan yang tepat dalam mendidik anak tuna netra ketika di kelas.
Adanya faktor penghambat dalam penyampaian metode pengajaran bagi anak tuna netra.

Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas agar permasalahan yang terjadi dapat terarah, maka masalah tersebut dibatasi pada pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak tuna netra siswa kelas IX di SMP SLBA YKAB Surakarta.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:
Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tuna netra siswa kelas IX di SMP SLB A YKAB Surakarta?
Media apa saja yang digunakan dalam mengajarkan materi PAI bagi tuna netra kelas IX di SMP SLBA YKAB Surakarta?
Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan metode pengajaran pendidikan agama Islam bagi tuna netra di SMP SLBA YKAB Surakarta?
Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tuna netra siswa kelas IX di SMP SLB A YKAB Surakarta
Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan metode pengajaran pendidikan agama Islam bagi tuna netra di SMP SLBA YKAB Surakarta
Usaha-usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut

Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan bagi dunia pendidikan (yang menangani khusus anak tunanetra) dalam mencari dan mengembangkan pendidikan agama Islam bagi anak tuna netra.
Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Manfaat Praktis
Bagi guru merupakan penambahan wawasan dan sebagai bekal persiapan ketika menghadapi anak tuna netra.
Bagi kepala sekolah untuk selalu mengembangkan pendidikan agama yang inovatif dan tepat bagi anak tuna netra.
Bagi orang tua atau kaum kerabat yang mempunyai keluarga yang berkategori anak tuna netra dapat menambah wawasan dalam rangka mendidik mereka dalam lingkungan keluarga.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih memahami pentingnya sebuah pendidikan bagi anak tuna netra.


BAB II
LANDASAN TEORI

Kajian Teori
Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiah Darodjat, dkk (2000: 86) mengartikan, Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari pengertian diatas pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara pengajaran yang meliputi bimbingan dan asuhan dengan tujuan untuk dapat mengamalkan ajaran-ajaran dalam Islam.
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2004 :131) mengartikan, Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/ pelatihan yang telah ditentukan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya pendidikan agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan praktis yang berwujud bimbingan dan asuhan terhadap anak didik baik itu bimbingan jasmani maupun rohani yang sesuai dengan ajaran agama Islam bertujuan untuk terbentuknya kepribadian yang berguna bagi dirinya, masyarakatnya dan lingkungannya.
Menurut Zuhairini dkk, (1983:27), pendidikan agama Islam adalah “usaha yang sistematis dan praktis dalam membantu anak didik agar mereka sesuai dengan ajaran Islam”.
Menurut pengertian diatas semua usaha untuk merubah tingkah laku individu melalui kependidikan adalah definisi dari pendidikan agama Islam yang tujuannya adalah perubahan dalam aspek perilaku manusia terhadap dirinya, masyarakat maupun alam sekitarnya.
Sedangkan Muhaimin (2002: 76), pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan dan atau latihan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan keyakinan pemahaman atau penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dari peserta didik yang selain untuk membentuk kesalihan atau kualitas pribadi yang menyangkut hubungan pribadi serta kesalihan sosial.
Senada dengan pendapat Zakiah Darajad hanya saja berbeda pada aspek tujuan yang hendak dicapai. Menurut Muhaimin lebih diperjelas yaitu mengenai tujuan sosialnya.
Landasan Pendidikan Agama Islam
Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dijadikan pegangan secara formal. Landasan ini terdiri dari 3 dasar yaitu:
Dasar Ideal.
Yang menjadi dasarnya adalah Pancasila yaitu sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dasar Konstitusi.
Yang menjadi dasarnya tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu”.
Dasar Operasional.
Dasar operasional terdapat dalam Tap MPR No.II/MPR 1993 tentang GBHN yang pada pokoknya menyatakan pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah formal mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Landasan Religius.
Landasan religius adalah landasan yang berdasar pada sumber agama dalam hal ini khususnya Islam. Landasan ini antara lain:
Al Quran.
Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang terjaga keasliannya sampai akhir zaman. Di dalamnya terkandung hukum-hukum yang mengatur kehidupan umat islam .
Dalam Al Quran terdapat perintah dalam rangka pendidikan agama Islam yaitu:
Qs. An Nahl:43 yang berbunyi:
“ Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
(Depag RI. QS. An Nahl: 43).

Al Hadits.
Al Hadits adalah semua perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi mengenai sesuatu hal. Hadits mengenai pendidikan yang diriwayatkan oleh Muslim adalah “..barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah SWT akan memudahkan jalannya ke surga...”. (Imam Nawawi, 2004: 73).
Tujuan Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan agama Islam adalah suatu program yang mempunyai tujuan yang jelas. Tanpa adanya tujuan yang jelas maka arah dari suatu kegiatan akan tidak jelas pula. Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha dan dorongan yang kuat. (Hery Noer Aly, 1999: 51). Dengan mempunyai tujuan yang jelas kegiatan yang akan dilaksanakan akan semakin terencana.
Tujuan umum dari pendidikan agama Islam adalah menjadikan umat muslim sejati, beriman yang teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara. Sedangkan tujuan khusus untuk sekolah dasar antara lain:
Penanaman rasa beragama
Penanaman rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya.
Memperkenalkan agama Islam yang global yaitu mengenai rukun iman, rukun Islam dan syariat.
Membiasakan anak berakhlak mulia.
Membiasakan contoh tauladan yang baik. (Zuhairini, 1983: 46-47).
Tujuan khusus diatas telah mencakup tiga aspek dalam ajaran Islam. Aspek tersebut yaitu aspek akidah yang berupa rasa cinta kepada Allah dan rasulnya, aspek akhlak yaitu berakhlak mulia dan aspek sosial yaitu jiwa beragama.
Adapun menurut Abdurahman Saleh Abdullah bahwa tujuan pendidikan agama Islam meliputi 4 aspek yaitu:
Aspek Jasmani.
Tujuan pada aspek ini adalah terbentuknya muslim yang sehat dan kuat. Muslim yang sehat dan kuat akan lebih dicintai Allah SWT daripada muslim yang lemah. Muslim kuat akan selalu siap dalam menghadapi tugasnya.
Aspek Rohani.
Tujuan pada aspek ini adalah membentuk muslim yang berpribadi baik, baik terhadapat diri orang lain maupun lingkungan sekitar.
Aspek Akal.
Tujuan pada aspek ini membentuk muslim yang cerdas. Mempunyai wawasan yang luas dan pemikiran yang tajam serta tidak mudah diombang-ambingkan oleh orang lain. Pemikirannya selalu membawa manfaat bagi yang memanfaatkannya.
Aspek Sosial.
Pada aspek ini muslim mampu bersosialisasi baik dengan orang lain dan mampu mengubah lingkungan sekitarnya sesuai aturan yang ditetapkan oleh ajaran Islam. (Abdurahman, 1990: 138-148)
Dalam Al Quran dijelaskan bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan manusia itu sendiri. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah kepada Allah ini mengandung pengertian yang luas. Meliputi beberapa aspek antara lain sisi manusia dan orang lain. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa manusia mempunyai tugas untuk mengelola bumi ini (kholifatullah fil ‘ardh). Untuk dapat mengelola bumi ini maka manusia harus mempunyai kekuatan.
Dapat kita simpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah terbentuknya muslim yang bahagia di dunia dan di akhirat. Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan akhir tersebut ada tujuan-tujuan sementara yang harus dipenuhi oleh peserta didik.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memiliki fungsi. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani fungsi pendidikan agama Islam antara lain:
Fungsi pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan anak didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan sebelumnya dalam lingkungan keluarga.
Penanaman nilai yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia.
Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik/sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan anak didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan.
Pencegahan yaitu untuk menangkal hal negatif dari lingkungannya atau budaya yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya.
Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak yang memiliki bakat khusus di bidang PAI agar dapat berkembang secara optimal. (Abdul Majid, 2004: 134-135).
Karena pendidikan agama Islam ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam maka sudah menjadi kewajiban dari seluruh umat Islam untuk mendidik generasi selamjutnya dengan pendidikan yang sesuai dengan zamannya.
Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
Anak Didik
Yang dimaksud anak didik adalah orang atau kelompok yang menerima pengaruh dari seseorang yang menjalankan kegiatan pengajaran pendidikan agama Islam (Erwati Azis, 2003: 57). Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya anak didik. Dalam pendidikan anak didik adalah input yang akan diproses agar menjadi sesuatu yang telah ditetapkan dalam tujuan. Anak didik sebagai input mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Keluarga dan lingkungan sosialnya sangat mempengaruhi diri anak didik. Untuk itu diperlukan pendidikan untuk mengarahkan anak didik ke tempat yang seharusnya.
Pendidik
Pendidik adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. (Hery Noer Aly, 1999: 83)
Dari pengertian diatas bahwa pendidik mempunyai arti yang sangat luas meliputi guru, keluarga dan masyarakat. Guru adalah pendidik yang berada di instansi pendidikan (sekolah) atau lebih pada tingkatan formal. Keluarga adalah pendidik anak sejak dari kecil dan merupakan gerbang pertama pendidikan anak. Pada tingkat ini sering disebut pendidikan informal. Adapun masyarakat yang merupakan kumpulan dari beberapa keluarga bertugas menyiapkan anak didik agar menaati aturan dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Pendidik yang diambil disini adalah pendidik dalam lingkungan formal yaitu guru. Seorang guru mempunyai tanggung jawab yang amat besar. Karena orang tua dan masyarakat telah mempercayakan pendidikan anaknya pada sekolah. Untuk menjadi pendidik yang profesional maka dibutuhkan beberapa syarat antara lain:
Harus dewasa,
Sehat jasmani dan rohani,
Ahli dalam mengajar, dan
Berkesusilaan. (Ahmad Tafsir, 2001: 80).
Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka seseorang boleh disebut sebagai guru. Syarat tersebut adalah syarat sebagai guru dalam pendidikan nonformal maupun informal. Untuk pendidikan formal maka seseorang harus mempunyai ijazah untuk dapat mengajar.
Materi Pendidikan.
Pada dasarnya materi pendidikan dalam agama Islam tercantum dalam Al Quran dan Al Hadits. Materi pokok yang diajarkan kepada anak didik adalah masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah), masalah ihsan (akhlak). Dari ketiga materi global tersebut kemudian dijabarkan dalam rukun iman, rukun Islam dan muhsin. Dari materi pokok tersebut maka dapat dijabarkan lagi menurut perkembangan anak didik. (Zuhairini, 1981: 60)
Media Pendidikan.
Media atau alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. (Hery Noer Aly, 1999: 83). Untuk memilih media yang tepat dalam sebuah pembelajaran maka harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
Tujuan yang hendak dicapai.
Media yang tersedia.
Biaya pengadaan.
Peserta didik.
Kualitas media. (Rohmat, 2000: 20)
Dengan memperhatikan faktor tersebut diharapkan dalam pemanfaatan media akan efektif dan efisien. Sekalipun media yang digunakan bukan media yang mahal atau canggih. Akan tetapi ketika penggunaannya sesuai hasil yang diinginkan akan tercapai.
Adapun alat/media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran antara lain:
(a)Media tanpa poyeksi tiga dimensi
Media yang penggunaannya tanpa proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebar dan tinggi. Contoh, boneka, model, globe dan sebagainya.
(b) Media audio
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara saja. Contoh, radio, tape recorder.
(c) Televisi dan video tape recorder
Media yang hanya dapat memberikan rangsangan suara dan gambar. Contoh, TV, video dan sebagainya. (Rohmat, 2000: 18-19)
Dari beberapa media yang ada diatas, maka dapat dipakai media yang sesuai untuk anak tunanetra yaitu buku dengan tulisan braille, alat bantu pendengaran, televisi, alat peraga dan lain-lain.
Lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana pendidikan itu berlangsung. Secara langsung maupun tidak langsung lingkungan turut membantu anak didik dalam mencapai tingkat kedewasaan dan perubahan diri ke arah yang lebih baik.
Metode Pendidikan
Metode adalah segala usaha yang sistematis dan praktis untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melalui berbagai aktivitas baik didalam maupun diluar kelas dalam lingkungan sekolah. (Zuhairini, 1983: 80).
Dengan adanya metode yang tepat kekurangan guru dalam mengajar akan tertutupi. Ada ungkapan bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Dengan penguasaan metode yang tepat akan mudah dalam menyampaikan materi dan membawa anak didik mencapai tujuan yang ditetapkan.
Metode yang sesuai untuk pembelajaran pada anak-anak tunanetra yaitu:
Metode Demonstrasi
Metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran bagi anak tuna netra apabila terdapat hal-hal yang perlu didemontrasikan. Misalnya: Salat
Metode Kerja Kelompok
Metode ini dapat digunakan untuk pembelajaran bersama antara anak tuna netra yang satu dengan anak tunanetra yang lain agar dapat terjadi interaksi dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan yang ada.
Metode Sosiodrama
Metode dengan cara mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Metode ini dapat diterapkan untuk semua anak yang mana semua mendapat peran dalam sebuah cerita atau kisah sesuai dengan kemampuannya.
Metode Driil
Metode ini dapat digunakan untuk anak-anak tuna netra yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Metode Diskusi
Bagi anak tuna netra metode ini sesuai dalam pembelajaran mereka, karena mereka sangat cakap dalam berbicara sehingga diskusi dengan teman akan lebih menambah wawasannya.
Metode Problem Solving
Metode ini dapat digunakan bagi anak tuna netra. Dengan memberikan sebuah masalah, anak tuna netra akan lebih tertarik untuk belajar.
Metode Keteladanan
Metode ini dapat digunakan untuk semua anak, khususnya dalam bidang akhlak. Guru memberi teladan tentang akhlak yang baik agar ditiru oleh anak-anak.
Evaluasi.
Evaluasi adalah alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada pada jalan yang diharapkan. (Slameto, 2001: 6).
Untuk dapat memberikan evaluasi yang baik dan dapat mencapai hasil yang memuaskan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi.
Prinsip-prinsip evaluasi tersebut antara lain:
Keterpaduan artinya evaluasi menyangkut semua aspek pendidikan yaitu metode, materi, guru dan sebagainya.
CBSA yaitu evaluasi dengan melibatkan anak didik.
Koherensi yaitu aspek yang ada dalam tujuan dievaluasi dengan aspek yang ada dalam tujuan itu.
Diskriminalitas yaitu data akhir harus menunjukkan perbedaan tiap-tiap siswa.
Keseluruhan yaitu meliputi seluruh aspek yang dilakukan oleh siswa(kognitif, afektif, psikomotorik).
Paedagogik yaitu tidak hanya sebagai rekaman dari siswa saja.
Akuntabilitas yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, sekolah dan kelompok profesional.
(Slameto, 2001: 6).
Seorang guru sebelum memberikan evaluasi kepada murid harus memperhatikan prinsip evaluasi. Hal ini karena akan menghasilkan hasil yang benar-benar dapat dipercaya. Selain itu akan dapat diketahui apakah tujuan yang diharapkan telah tercapai atau belum. Dengan begitu evaluasi akan berlangsung seperti yang telah direncanakan.

Pengertian Tuna Netra
Dilihat dari kacamata pendidikan siswa tuna netra itu adalah mereka yang penglihatanya terganggu sehinggga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalan pendidikan tanpa menggunakan alat khusus, latihan atau alat bantu lain secara khusus.(Purwanto, : 26).
Tuna netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu akan tetapi masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. (www.ditplb.or.id).

Dilihat dari kemampuan matanya yang termasuk tuna netra adalah :
Kelompok yang mempunyai acuty 20/70 feet (6/21 meter) artinya ia bisa melihat dari jarak 20 feet sedangkan mata normal (low vision).
Kelompok yang hanya dapat membaca huruf E paling besar pada kartu Snellen dari jarak 20 feet, sedang orang normal dapat membacanya dari jarak 200 feet (20/200 feet atau 6/60 meter dan ini secara hokum sudah tergolong buta atau legally blind).
Kelompok yang sangat sedikit kemampuan melihatnya sehingga ia hanya mengenal bentuk dan objek.
Kelompok yang hanya dapat menghitung jari dari berbagai jarak.
Kelompok yang tidak dapat melihat tangan yang digerakkan.
Kelompok yang hanya mempunyai light projection (dapat melihat terang serta gelap dan dapat menunjuk sumber cahaya).
Kelompok yang hanya mempunyai presepsi cahaya (light perception) yaitu hanya bisa melihat terang dan gelap.
Kelompok yang tidak mempunyai persepsi cahaya (no light perception) yang disebut dengan buta total (totally blind).(Purwato, :26)
Sesungguhnya bagi guru yang mengajar anak tuna netra yang lebih penting adalah mengetahui sejauh mana siswa tuna netra itu dapat memfungsikan penglihatannya dalam proses belajar mengajar.
Untuk itu siswa tuna netra dapat dikelompokkan menjadi 7 adalah sebagai berikut :
Mereka yang mampu membaca cetak standart.
Mereka yang mampu membaca cetakan standart dengan memakai alat pembesar (Magnification devices).
Mereka yang hanya mampu membaca cetakan besar (No. 18).
Mereka yang mampu membaca kombinasi antara cetakan besar/regular print.
Mereka yang mampu membaca cetakan besar dengan menggunakan alat pembesar.
Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi masih bisa melihat cahaya
Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi sudah tidak mampu melihat cahaya.(Purwanto, :27)
Definisi yang didasarkan pada ukuran ketajaman penglihatan tidak banyak berfungsi dalam proses pendidikan dan ini hanya berfungsi untuk kepentingan hokum, pajak dan tunjangan (bagi Negara) tertentu, bebas bagi perangko dan sebagainya.
Untuk melihat bagaimana kemampuan tuna netra memfungsikan penglihatannya, kita bisa menggunakan data/catatan yang telah ada. Juga bisa melalui observasi langsung selama tuna netra melakukan aktifitas atau juga bisa menanyakan pada orang-orang terdekat, guru, orang tua dan lainnya.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa tuna netra ini dibagi menjadi 2 yaitu buta total dan buta sebagian (low vision). Gangguan pada penglihatan dapat ditimbulkan oleh beberapa hal yaitu:
Hambatan pada retina.
Dalam keadaan normal cahaya dikirim dari luar retina, tetapi disini cahaya yang masuk terhalangi. Keadaan ini disebabkan oleh virus atau bakteri pada masa prenatal atau sesudah lahir.
Gambar tidak fokus pada retina.
Gangguan ini antara lain rabun dekat, rabun jauh atau mata kabur.
Alur informasi dari retina ke otak terhambat.
Hal ini disebabkan oleh tumor pada retina atau kerusakan otak atau penyakit Retrolental Fibroplasia (penyakit retina yang ada pada bayi prematur yang butuh banyak oksigen ).
Juling.
Kelainan ini terjadi karena otot yang mengatur gerak bola mata lemah atau retina yang sakit.
Adapun karakteristik anak tuna netra adalah:
Kepalanya miring atau maju ke depan.
Mataya sering kabur dan pandangan kabur.
Sering berkedip terus atau menutup salah satu matanya.
Sering mencari benda kecil dengan meraba sana sini.
Sering mengeluh sakit kepala, pusing dan mual. (Nur’aeni, 1997: 119)
Setelah mengetahui karakteristiknya, maka dengan mudah kita untuk mengidentifikasi siswa. Selain itu dapat dicari solusi dalam pembelajarannya.
Menurut teori Maslow kebutuhan tunanetra dibagi menjadi lima antara lain :
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan setiap makhluk hidup. Setiap orang membutuhkan makan, minum, udara yang segar juga waktu untuk istirahat. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan organis atau fisiologis ini harus diimbangi dengan kegiatan dan aktifitas gerak yang setimpal, sehingga akan timbul kesegaran jasmani dan rohani.
Kesegaran jasmani dan kesegaran rohani saling mempengaruhi dan perpaduan keduanya akan mempengaruhi hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan.
Dari uraiaan di atas maka tampak bahwa keterampilan gerak dan berpindah tempat dapat berperan dalam mengusahakan terpenuhinya kebutuhan fisiologis maupun tercapainya kesegaran jasmani dan rohani.
Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman akan terpenuhi bagi seseorang apabila kebutuhan fisiologis dan organismenya terpenuhi. Setiap orang mendambakan lingkungan yang memberikan perasaan aman dan tidak menganggu pada dirinya. Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan kestabilan lingkungan.
Kebutuhan akan kasih sayang
Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang sudah merasakan kebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa amannya juga terpenuhi. Bagaimana akan mempunyai rasa memiliki rasa sayang pada diri maupun pada lingkungan, sedangkan ia selalu kekurangan dalam memenuhi kebutuhan fisiknya dan selalu merasa tidak aman.
Kebutuhan akan penghargaan
Setiap menusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai oleh lingkungan. Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga bisa berbentuk penghargaan psikologis.
Seseorang akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi dirinya maupun pada lingkungan. Makin banyak seseorang dapat berbuat sesuatu makin besar kemungkinan seseorang mendapat penghargaan
Penghargaan dari lingkungan dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negatif, tergantung dari apa yang diperbuat oleh seseorang. Perbuatan yang mengakibatkan negatif maka ia akan menerima penghargaan negatif yang bisa disebut dengan hukuman. Perbuatan yang positif dan bermanfaat maka ia kan menerima penghargaan yang positif pula.
Kebutuhan akan aktualitas diri
Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang tuna netra tidak berbeda dengantujuan akhir pendidikan bagi orang awas pada umumnya yaitu agar anak dapat mandiri.
Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan diperolehnya selama menempuh pendidikan dapat dijadikan dasar untuk kehidupan dirinya hinggga tidak banyak tergantung pada orang lain.



Kerangka Pemikiran.
Dalam UU No. 23 tentang perlindungan anak disebutkan bahwa anak-anak cacat berhak memperoleh pengajaran dan pendidikan begitu juga anak-anak berbakat. Dengan mengacu pada hal tersebut maka anak cacat berhak memperoleh pendidikan baik itu pendidikan formal maupun informal.
Selain itu khusus dalam pendidikan Islam tidak mengesampingkan anak cacat dalam pendidikan. Untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat semua umat Islam harus memperoleh pendidikan agama Islam. Dengan pendidikan itu menusia akan dapat melaksanakan tugasnya.
Baik guru atau siswa akan mengadakan perubahan untuk dapat berkomunikasi dengan anak cacat dan menolong mereka agar dapat berjalan bersama guna mencapai suatu tujuan. Guru akan bekerja keras agar apa yang disampaikan dapat diterima oleh anak cacat. Sebaliknya murid akan dapat menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Dalam mengadakan proses pembelajaran bagi anak tuna netra maka dibutuhkan metode yang bervariasi agar anak didik dapat menyerap materi yang diajarkan. Metode yang dapat digunakan dalam rangka pembelajaran ini antara lain metode tanya jawab, metode diskusi, metode ceramah, metode demonstrasi, dan drill
Dengan demikian pendidikan tidak hanya diperuntukkan anak normal, tetapi juga menjadi hak untuk anak tunanetra dalam memperoleh pendidikan. Bagaimanapun mereka juga punya potensi seperti anak normal pada umumnya








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, 2000: 3)
Pertimbangannya; pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 2000: 5)

Setting Penelitian
Setting penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tempat penelitian :
Tempat yang akan di jadikan lokasi penelitian ini adalah SMP SLBA YKAB Surakarta. Tempat ini dipilih karena merupakan sekolah luar biasa unggulan bagi tuna netra.
Waktu penelitian :
Waktu penelitian ini adalah 3 minggu, yang akan dimulai pada hari Selasa tanggal 11 Januari sampai dengan hari kamis tanggal 29 Januari 2011.

Subjek dan Informan
Subjek
Subjek adalah sumber yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah anak-anak tuna netra yang ada di SMP SLBA YKAB Surakarta dan guru pengajar agama Islam.
Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. (Moleong, 2005: 90)
Agar mendapatkan informasi yang benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan maka diambil beberapa informan. Informan dalam penelitian ini adalah :
Kepala Sekolah SMP SLBA YKAB Surakarta
Untuk mengetahui data tentang latar belakang sekolah, program kerja sekolah.
Guru Mata Pelajaran lain.
Staf Tata Usaha



Metode Pengumpulan Data
Metode Wawancara
Metode wawancara adalah suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka. (Koentjoroningrat, 1991: 129)
Metode ini digunakan untuk mengecek data yang telah didapat dari hasil pengamatan. Selain itu untuk menanyakan tentang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Pai di kelas.
Dalam metode wawancara ini digunakan daftar pertanyaan untuk pengambilan data. Penggunaan daftar pertanyaan ini agar data yang ingin dicari dapat diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga mengunakan wawancara pembicaraan informal yang digunakan untuk pengecekan data.
Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengamati suatu gejala yang diteliti. Metode ini memerlukan panca indra yang bertujuan untuk membuat catatan deskripsi mengenai perilaku dalam kenyataan serta memahami perilaku tersebut atau hanya mengetahui frekuensi suatu kejadian. (Rianto Adi, 2005: 59).
Metode ini digunakan untuk mengetahui proses pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilakukan oleh sekolah melalui guru bidang studi PAI
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah Metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal/variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat dan sebagainya. (Suharsimi Arikunto, 2002: 206)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi sekolah, sarana dan prasarana, jumlah guru, kurikulum yang digunakan dan sebagainya.

Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah pengajuan data yang didapat dalam penelitian untuk mengetahui apakah data tersebut kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan atau tidak. Untuk mendapatkan keabsahan data dapat digunakan beberapa teknik. Teknik yang digunakan disini adalah:
Ketekunan Pengamatan
Teknik ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. (Moleong, 2005: 177).
Dalam hal ini dikonsentrasikan pada subyek penelitiannya dan secara rinci mengamati segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak tuna netra.
Teknik Triangulasi
Teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Hal itu dapat dilakukan dengan cara triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik dan triangulasi dengan teori.
Dalam penelitian ini menggunakan Triangulasi Sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi,
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen. (Moleong, 2000:178 ).

Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Setelah semua terkumpul maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Reduksi data, yaitu memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah data mentah ke dalam catatan lapangan.
Sajian data, yaitu suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan dan atau tindakan yang diusulkan.
Kesimpulan, yaitu penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proporsi yang terkait dengannya. (Sutopo, 2002: 34-37)
Dari langkah-langkah analisis data tersebut dapat digambarkan dalam diagram model interaktif Miles dan Huberman (1992: 20) berikut ini:






DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Dian Andayani, (2004), Pendidikan Agama Islam Berbasis Ko
mpetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Abdurrahman Saleh Abdullah, (1990), Teori Pendidikan Menurut Alquran, Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad Tafsir, (2001), Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hasbullah, (2001), Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Heribertus Sutopo, (1988), Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press
Hery Noer Aly, (1999), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.
Irham hosni, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat jendral pendidikan tinggi Guru.
Imam Nawawi, (2004), Hadist Arba’in An Nawawiyah, Solo, Kuala Pustaka.
Kompas, Selasa, 6 November 2007.
Koentjoroningrat, (1991), Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia.
Lexy J. Moleong, (2005), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Lexy J. Moleong, (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Muhaimin, dkk, (2002), Paradigma Pendidikan Islam, upaya mengaktifkan PAI di sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rianto Adi, (2005), Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Jakarta: Granit.
Rohmat, (2000), Pengantar Media Pembelajaran, Surakarta.
Suharsimi Arikunto, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
UU No. 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak.
Zakiah Darajat, (2002), Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Zuhairini, dkk, (1983), Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar